Kekalahan kaumnya dalam Perang Bani Musthaliq mengubah total
kehidupan Juwairiyah binti Harits. Putri pemimpin kabilah Musthaliq itu
jatuh sebagai tawanan kaum Muslim.
Aisyah ra mengisahkan
peristiwa itu dengan sangat indah, sekaligus penuh guratan kecemburuan.
Ketika Rasulullah membagi-bagikan para tawanan Bani Musthaliq, kata
Aisyah, Juwairiyah binti Harits jatuh ke tangan Tsabit bin Qais bin
Syimas, saudara sepupunya.
Juwairiyah kemudian menebus diri
dengan membayar secara diangsur. Ia menemui Rasulullah untuk meminta
bantuan biaya tebusan atas kemerdekaannya.
Juwairiyah adalah
sosok wanita menawan dan pandai bercanda, siapapun melihatnya pasti akan
tertarik. Kata Aisyah,"Demi Allah, saat aku melihatnya di pintu kamar,
aku merasa tidak suka padanya. Aku tahu, Nabi akan memandang
kecantikannya seperti yang aku lihat."
Juwairiyah lalu masuk dan
mengatakan pada Nabi,"Wahai Rasulullah, aku Juwairiyah binti Harits bin
Abu Dhirar, pemimpin Bani Musthaliq. Aku tertimpa musibah seperti yang
engkau ketahui sendiri. Aku jatuh dalam bagian milik Tsabit bin Qais bin
Syimasy, dan aku ingin menebus diriku dengan cara membayar diangsur.
Aku datang meminta bantuan padamu untuk kemerdekaanku."
Rasulullah balik bertanya,"Ada yang lebih baik lagi untukmu dari permintaan itu?"
"Apa itu, wahai Rasulullah?" tanya Juwairiyah.
"Aku akan melunasi biaya kebebasanmu dan aku akan menikahimu," kata beliau.
"Baik, aku mau," kata Juwairiyah.
Setelah itu tersiar kabar
kepada seluruh kaum Muslimin bahwa Rasulullah menikahi Juwairiyah binti
Harits. Orang-orang kemudian berkata,"Mereka (Bani Musthaliq) adalah
besan-besan Rasulullah." Kaum Muslim pun melepaskan semua tawanan.
Aisyah
mengisahkan, dengan pernikahan itu, seratus keluarga dari Bani
Musthaliq dimerdekakan. Belum pernah ia mengetahui ada seorang wanita
yang membawa berkah begitu besar untuk kaumnya melebihi Juwairiyah.
Khalifah Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin
kharismatik yang selalu siap melayani rakyatnya. Ia tegakan hukum dan
keadilan dengan tegas demi kepentingan negara dan agama.
Suatu hari, sepulang dari masjid, Umar melihat seorang anak lelakinya
yang masih kecil sedang menangis. Dengan terheran-heran beliau
bertanya. "Mengapa engkau menangis, anakku? Apa yang terjadi,"katanya
kepada anak itu.
Putranya menjawab dengan tersedu-sedu.
"Teman-temanku selalu memperhatikan tambalan-tambalan bajuku. Bahkan
mereka mengatakan, lihat baju anak seorang khalifah tambalannya sampai
14. Malah ada yang ditambah dengan kulit kayu.
Mendengar
penuturan putrannya Umar merasa sedih dan iba. Ia berusaha
menenangkannya. "Anakku, merupakan kebijakanku untuk tidak menempatkan
kemewahan dalam kepemimpinanku. Walau begitu, keluhanmu akan ayah
perhatikan,"ungkap Sayidina Umar kepada putranya.
Kemudian Umar
melangkah pergi ke bendahara kas negara. Di sana ia berkata pada
bendahara negara. "Pinjamilah aku uang sebesar empat dirham dari kas
negara sampai bulan depan. Potonglah gajiku bulan depan untuk pinjaman
itu."
Mendengar itu, pejabar bendahara kas negara iyu menjawab
keinginan umar. "Wahai khalifah, ada apa denganmu? Mantapkan keyakinanmu
untuk memimjam uang sebanyak itu? Kalau anda meningga dunia sebelum
dapat melunasi semua hutangmu terhadap negara bagaimana?"
Mendengar
jawaban bendaharan kas negara seperti itu, khalifah Umar bin Khattab
menangis karena ketakutan kepada Allah. Ia lantas pulang menemui
putrannya seraya berkata. "Duhai anakku, maafkan ayahmu. Bukan ayah
tidak ingin membelikan baju untukmu, tetapi ayah tidak ingin dicap
sebagai pemimpin yang hidup mengada-ada. Apa lagi bermewah-mewah
mengunakan uang negara. Maka dari itu, Nak, kembalilah engkau bermain
dan bersekolah bersama teman-temanmu dengan pakaian yang mampu ayah
belikan. Sungguh, ayah tak mampu membelikan pakaian diluar kemampuan
ayah. Ingatkah, dihadapan Allah, ketaqwaanlah yang utama."
Mendengar
penuturan ayahnya yang saat ini menjadi khalifah, anaknya menjawab.
"Baiklah ayah, kalau demikian keputusan ayah. Aku akan kembali belajar
dan bermain dengan pakaian yang sederhana. Yang terpenting adalah aku
bisa menuntut ilmu dan mendapat berkah serta ridlo dari Allah S.W.T."
Cahaya Islam yang gemilang di tanah Mesir tidak lepas dari
jasa seorang sahabat mulia, Amr bin Ash. Para sejarawan menggambarkan
sosok itu sebagai Sang Penakluk Mesir, atau lebih tepat Sang Pembebas
Mesir.
Ketika Islam datang, Mesir berada di bawah pendudukan
Romawi. Selama pembebasan, Amr berusaha keras menghindarkan penduduk dan
wilayah Mesir dari peperangan. Ia juga menjalin hubungan baik dengan
para uskup dan pemuka Nasrani.
Amr bin Ash tidak termasuk orang
yang pertama-tama masuk Islam. Ia bahkan satu dari tiga orang Quraisy
yang didoakan tertimpa keburukan oleh Rasullullah, sampai Allah
mengingatkan beliau. Amr bin Ash baru masuk Islam menjelang Fathul
Mekkah bersama Khalid bin Walid.
Dikisahkan oleh Khalid Muhammad
Khalid dalam Biografi 60 Sahabat Rasulullah, ketika Rasullullah wafat,
Amr adalah salah satu amir di 'Uman. Ia memiliki sifat cinta kekuasaan
yang sangat menonjol, sesuai tabiat dan gerak geriknya yang seolah
menyiratkan bahwa ia memang tercipta untuk menjadi penguasa.
Amirul
Mukminin Umar bin Khattab suatu kali sampai tersenyum melihat cara Amr
berjalan. Ia berkata, "Tidaklah layak bagi Abu Abdillah untuk berjalan
di atas bumi, kecuali sebagai penguasa." Meski begitu, ia juga dikenal
memiliki sifat amanah yang membuat Umar berkali-kali memilihnya sebagai
gubernur di Palestina, Yordania, dan Mesir.
Selain keberanian dan
kecerdasan, Amr memiliki naluri yang kuat. Ini terlihat saat ia
berhadapan dengan panglima Romawi di Yarmuk. Saat itu, sang panglima
mengundang Amr untuk berdiplomasi, sambil merencanakan tipu muslihat
untuk membunuhnya. Amr pun datang tanpa curiga.
Setelah
perundingan berakhir dan ia hendak melangkah keluar, Amr melihat ada
gerakan yang mencurigakan. Ia pun kembali menemui panglima dengan
langkah mantap dan tenang.
"Aku ingin menyampaikan sesuatu
kepadamu. Di pos komandoku, tengah berkumpul segolongan sahabat Nabi
yang paling awal masuk Islam. Aku ingin mengajak mereka bertemu denganmu
untuk mendengar langsung apa yang kamu katakan," kata Amr.
Melihat
track record Amr yang jujur dan amanah, Panglima Romawi itu sepakat. Ia
berpikir, dengan begitu ia justru bisa membunuh para pembesar Muslim
dalam sekali tebas. Keesokan harinya, sang pahlawan kita ini kembali ke
hadapan panglima Romawi bersama pasukan Muslim.
Pada tahun 43 H,
Amr bin Ash meninggal dunia di Mesir sebagai amir. Kini, majelis Amr
tempat ia mengajar, memutuskan, dan mengadili masih berdiri di bawah
atap masjidnya yang tua; Masjid Jami' Amr. Itulah masjid pertama
dikumandangkannya kalimat Allah di tanah Nil.
Abdullah Ibnu Mas'ud, Orang Pertama yang Lantunkan Alquran
Abdullah ibn Mas'ud adalah seorang pengembala domba milik
'Uqbah ibn Abi Mu'ith, salah satu pembesar Quraisy. Ia menjadi orang
keenam yang memeluk Islam dan beriman kepada Rasulullah.
Pada
suatu hari, para sahabat Rasulullah berkumpul. Salah seorang berkata,
"Demi Allah, kaum Quraisy belum pernah mendengar Alquran dibacakan
kepada mereka. Nah, siapakah orang yang berani memperdengarkan Alquran
kepada mereka?"
Pemuda pengembala domba itu menyahut, "Aku."
Mereka
berkata, "Akan tetapi, kami mengkhawatirkanmu atas mereka. Kami
menghendaki seorang laki-laki yang memiliki keluarga besar sehingga bisa
melindunginya dari kaum Quraisy yang hendak mengganggu."
Ibnu Mas'ud menjawab, "Jangan khawatirkan aku karena Allah pasti melindungiku."
Dikisahkan
oleh Khalid Muhammad Khalid dalam Biografi 60 Sahabat Rasulullah,
pemuda itu kemudian berangkat ke Kakbah. Pada waktu dhuha, ia sampai di
maqam Ibrahim sementara kaum Quraisy sedang berkumpul. Abdullah Ibnu
Mas'ud lalu membaca ayat-ayat pertama dari surah Ar Rahman dengan suara
lantang.
Para pemuka Quraisy pun tercengang, tidak percaya
dengan apa yang dilihat oleh mata dan dengar oleh telinga. Mereka
berseru, "Apa yang diucapkan oleh Ibnu Ummi Ma'bad itu? Apakah ia
membaca sebagian dari Alquran yang dibawa oleh Muhammad?"
Para
pemuka Quraisy segera bangkit menghampiri Abdullah Ibnu Mas'ud kemudian
memukul wajahnya. Namun, Ibnu Mas'ud tetap melantunkan ayat-ayat suci
Alquran hingga beberapa ayat. Setelah itu, ia kembali kepada para
sahabat dalam kondisi wajah dan tubuh yang terluka.
Para sahabat
berkata kepadanya, "Inilah yang kami khawatirkan terhadapmu." Abdullah
Ibnu Mas'ud menjawab, "Tidaklah ada yang lebih mudah bagiku sekarang ini
selain menghadapi para musuh Allah itu. Jika kalian mau, besok aku akan
melakukan hal yang sama kepada mereka."
Para sahabat menjawab, "Cukup! Kamu telah memperdengarkan hal yang tidak mereka sukai."
Begitulah,
Allah seolah hendak memberi balasan dengan mengaruniainya kemahiran
membaca Alquran sangat indah dan memahaminya secara mendalam. Rasulullah
juga berpesan kepada para sahabat untuk mengikuti bacaan Alquran Ibnu
Mas'ud dan belajar padanya bagaimana seharusnya membaca Alquran.
Kisah Teladan Islami Si Tukang Batu Yang Di Cium Rasulullah SAW
Kisah Teladan Islami kali ini akan membagi tentang Si Tukang Batu Yang Di Cium Rasulullah
. Diriwayatkan pada saat itu Rasulullah baru tiba dari Tabuk,
peperangan dengan bangsa Romawi yang kerap menebar ancaman pada kaum
muslimin. Banyak sahabat yang ikut beserta Nabi dalam peperangan ini.
Tidak ada yang tertinggal kecuali orang-orang yang berhalangan dan ada
uzur.
Saat mendekati kota Madinah, di salah
satu sudut jalan, Rasulullah berjumpa dengan seorang tukang batu. Ketika
itu Rasulullah melihat tangan buruh tukang batu tersebut melepuh,
kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari.
Sang manusia Agung itupun bertanya, “Kenapa tanganmu kasar sekali?”
Si tukang batu menjawab, “Ya Rasulullah,
pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya
jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga
saya, karena itulah tangan saya kasar.”
Rasulullah adalah manusia paling mulia,
tetapi orang yang paling mulia tersebut begitu melihat tangan si tukang
batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam
tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda,
“Hadzihi yadun la tamatsaha narun abada”, ‘inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya’.
* Rasulullahl tidak pernah mencium
tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, Raja atau
siapapun. Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang
batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Padahal tangan tukang
batu yang dicium oleh Rasulullah justru tangan yang telapaknya melepuh
dan kasar, kapalan, karena membelah batu dan karena kerja keras.
Suatu ketika seorang laki-laki melintas
di hadapan Rasulullah. Orang itu di kenal sebagai pekerja yang giat dan
tangkas. Para sahabat kemudian berkata, “Wahai Rasulullah, andai bekerja
seperti dilakukan orang itu dapat digolongkan jihad di jalan Allah (Fi
sabilillah), maka alangkah baiknya.” Mendengar itu Rasul pun menjawab,
“Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, maka
itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orang tuanya
yang sudah lanjut usia, maka itu fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk
kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, maka itu fi
sabilillah.” (HR Thabrani)
* Orang-orang yang pasif dan malas
bekerja, sesungguhnya tidak menyadari bahwa mereka telah kehilangan
sebagian dari harga dirinya, yang lebih jauh mengakibatkan kehidupannya
menjadi mundur. Rasulullah amat prihatin terhadap para pemalas.
”Maka apabila telah dilaksanakan shalat,
bertebaranlah kam di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah 10)
”Dan Allah menjadikan bumi untukmu sebagai hamparan, supaya kamu menjalani jalan-jalan yang luas di bumi ini”. (QS Nuh19-20)
* ”Siapa saja pada malam hari bersusah
payah dalam mencari rejeki yang halal, malam itu ia diampuni”. (HR. Ibnu
Asakir dari Anas)
”Siapa saja pada sore hari bersusah payah dalam bekerja, maka sore itu ia diampuni”. (HR. Thabrani dan lbnu Abbas)
”Tidak ada yang lebih baik bagi
seseorang yang makan sesuatu makanan, selain makanan dari hasil
usahanya. Dan sesungguhnya Nabiyullah Daud, selalu makan dan hasil
usahanya”. (HR. Bukhari)
”Sesungguhnya di antara dosa-dosa itu,
ada yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan shalat”. Maka para
sahabat pun bertanya: “Apakah yang dapat menghapusnya, wahai
Rasulullah?” Beliau menjawab: ”Bersusah payah dalam mencari nafkah.”
(HR. Bukhari)
”Barangsiapa yang bekerja keras mencari
nafkah untuk keluarganya, maka sama dengan pejuang dijaIan Allah ‘Azza
Wa Jalla”. (HR. Ahmad)
Demikian lah sebagan kecil tentang kisah
teladan islami agar kita semakin tahu dan semakin giat dalam mencari
rizki allah yang halal dan berkah.
Kisah Taubatnya Seorang Wanita Taat Beribadah Tapi Tidak Berhijab
Al-Kisah
diceritakan, ada seorang wanita yang dikenal taat dalam beribadah. Dia
sangat rajin melakukan ibadah wajib maupun sunnah. Hanya ada satu
kekurangannya, ia tak mau berjilbab menutupi auratnya.
Setiap kali ditanya ia hanya tersenyum,
seraya menjawab: “Insya Allah yang penting hati dulu yang berjilbab.”
Sudah banyak orang yang menanyakan maupun menasihatinya. Tapi jawabannya
tetap sama.
Hingga suatu malam ia bermimpi sedang
berada disebuah taman yang indah. Rumputnya sangat hijau. Berbagai macam
bunga bermekaran. Ia bahkan bisa merasakan bagaimana segarnya udara dan
wanginya bunga. Sebuah sungai yang sangat jernih. Airnya kelihatan
melintas di pinggir taman. Semilir angin pun ia rasakan di sela-sela
jarinya. Ada beberapa wanita di situ yang terlintas juga menikmati
pemandangan keindahan taman.
Ia pun menghampiri salah satu wanita
tersebut. Wajahnya sangat bersih, seakan-akan memancarkan cahaya yang
sangat lembut. “Assalamu’alaikum saudariku…” “Wa’alaikum salam…, selamat
datang wahai saudariku…” “Terimakasih, apakah ini syurga?” Wanita itu
tersenyum. “Tentu saja bukan wahai saudariku. Ini hanyalah tempat
menunggu sebelum surga.” “Benarkah? Tak bisa kubayangkan seperti apa
indahnya surga jika tempat menunggunya saja sudah seindah ini…” Wanita
itu tersenyum lagi kemudian bertanya, “Amalan apa yang bisa membuatmu
kembali wahai sudariku?” “Aku selalu menjaga shalat, dan aku menambah
dengan ibadah-ibadah sunnah. Alhamdulillah.”
Tiba-tiba jauh diujung taman ia melihat
sebuah pintu yang sangat indah. Pintu itu terbuka, dan ia melihat
beberapa wanita yang di taman tadi mulai memasukinya satu per satu.
“Ayo, kita ikuti mereka!” Kata wanita itu sambil setengah berlari. “Apa
di balik pintu itu?” “Tentu saja surga wahai saudariku…” Larinya semakin
cepat. “Tunggu… tunggu aku…” Ia berlari sekancang-kencangnya, namun
tetap tertinggal. Wanita itu hanya setengah berlari sambil tersenyum
padanya. Namun ia tetap saja tak mampu mengejarnya meski ia sudah
berlari sekuat tenaga.
Ia lalu berteriak, “Amalan apa yang
engkau lakukan sehingga engkau tampak begitu ringan?” “Sama denganmu
wahai saudariku…” Jawab wanita itu sambil tersenyum. Wanita itu telah
mencapai pintu. Sebelah kakinya telah melewati pintu. Sebelum wanita itu
melewati pintu sepenuhnya, ia berteriak pada wanita itu, “Amalan
apalagi yang engkau lakukan yang tidak aku lakukan?” Wanita itu
menatapnya dan tersenyum lalu berkata, “Apakah engkau tidak
memperhatikan dirimu apa yang membedakan dengan diriku?”
Ia sudah kehabisan nafas, tak mampu lagi
menjawab, “Apakah engkau mengira bahwa Rabbmu akan mengizinkanmu masuk
ke surga-Nya tanpa jilbab penutup aurat?” Kata wanita itu. Tubuh wanita
itu telah melewati, tapi tiba-tiba kepalanya mengintip keluar
memandangnya dan berkata, “Sungguh disayangkan, amalanmu tak mampu
membuatmu mengikutiku memasuki surga ini. Cukuplah surga hanya sampai di
hatimu karena niatmu adalah menghijabi hati.”
Ia tertegun… lalu terbangun…
beristighfar lalu mengambil wudhu. Ia tunaikan shalat Malam, menangis
dan menyesali perkataannya dahulu.
Dan sekarang ia berjanji sejak saat ini ia akan MENUTUP AURATNYA.
Allah SWT Berfirman “Hai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu, dan
isteri-isteri orang mukmin, ‘hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal karena mereka tidak diganggu. Dan ALLAH adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (QS. Al- Ahzab: 59)
Berjilbab adalah perintah langsung dari
ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala, lewat utusan-Nya yakni baginda Nabi Besar
Muhammad Rasulullah Saw. Yang namanya perintah dari ALLAH adalah wajib
bagi seorang hamba untuk mematuhi-Nya. Dan apabila dilanggar, ini jelas
ia telah berdosa. ( Baca Juga : Perintah dan Hukum Memakai Jilbab Bagi Wanita Muslim )
Semoga cerita di atas mengilhami bagi
wanita yang belum berhijab. Karna berhijab bukan sekedar menjadi
identitas seorang musimah saja tapi ini adalah kewajiban yang harus di
kerjakan. Semoga bermanfaat.
Kisah Tauladan Sahabat Nabi, Zahid ra Yang Mengharukan
Kisah Tauladan
– Sahabat dunia islam, Banyak sekali kisah tauladan pada zaman Rasullah
dan sahabat nabi yang bisa menjadi pelajaran bagi kita untuk menambah
keimanan kita semua salah satunya Kisah tauladan sahabat nabi
yang bernama zahid ra. Pada zaman Rasulullah SAW hiduplah seorang
pemuda yang bernama Zahid yang berumur 35 tahun namun belum juga
menikah. Dia tinggal di Suffah masjid Madinah. Ketika sedang memperkilat
pedangnya tiba-tiba Rasulullah SAW datang dan mengucapkan salam. Zahid
kaget dan menjawabnya agak gugup.
“Wahai saudaraku Zahid, selama ini engkau sendiri saja,” Rasulullah SAW menyapa.
“Allah bersamaku ya Rasulullah,” kata Zahid.
“Maksudku kenapa engkau selama ini engkau membujang saja, apakah engkau tidak ingin menikah,” kata Rasulullah SAW.
Zahid menjawab, “Ya Rasulullah, aku ini seorang yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap dan wajahku jelek, siapa yang mau denganku ya
Rasulullah?”
” Asal engkau mau, itu urusan yang mudah!” kata Rasulullah SAW.
Kemudian Rasulullah SAW memerintahkan
sekretarisnya untuk membuat surat yang isinya adalah melamar kepada
wanita yang bernama Zulfah binti Said, anak seorang bangsawan Madinah
yang terkenal kaya raya dan terkenal sangat cantik jelita. Akhirnya,
surat itu dibawah ke rumah Zahid dan oleh Zahid dibawa kerumah Said.
Karena di rumah Said sedang ada tamu, maka Zahid setelah memberikan
salam kemudian memberikan surat tersebut dan diterima di depan rumah
Said.
“Wahai saudaraku Said, aku membawa surat dari Rasul yang mulia diberikan untukmu saudaraku.”
Said menjawab, “Adalah suatu kehormatan buatku.”
Lalu surat itu dibuka dan dibacanya. Ketika membaca surat tersebut, Said
agak terperanjat karena tradisi Arab perkawinan yang selama ini
biasanya seorang bangsawan harus kawin dengan keturunan bangsawan dan
yang kaya harus kawin dengan orang kaya, itulah yang dinamakan SEKUFU.
Akhirnya Said bertanya kepada Zahid, “Wahai saudaraku, betulkah surat ini dari Rasulullah?”
Zahid menjawab, “Apakah engkau pernah melihat aku berbohong.”
Dalam suasana yang seperti itu Zulfah datang dan berkata, “Wahai ayah,
kenapa sedikit tegang terhadap tamu ini. bukankah lebih disuruh masuk?”
“Wahai anakku, ini adalah seorang pemuda yang sedang melamar engkau supaya engkau menjadi istrinya,” kata ayahnya.
Disaat itulah Zulfah melihat Zahid sambil menangis sejadi-jadinya dan
berkata, “Wahai ayah, banyak pemuda yang tampan dan kaya raya semuanya
menginginkan aku, aku tak mau ayah..!” dan Zulfah merasa dirinya
terhina.
Maka Said berkata kepada Zahid, “Wahai
saudaraku, engkau tahu sendiri anakku tidak mau bukan aku menghalanginya
dan sampaikan kepada Rasulullah bahwa lamaranmu ditolak.”
Mendengar nama Rasul disebut ayahnya,
Zulfah berhenti menangis dan bertanya kepada ayahnya, “Wahai ayah,
mengapa membawa-bawa nama rasul?”
Akhirnya Said berkata, “Ini yang melamarmu adalah perintah Rasulullah.”
Maka Zulfah istighfar beberapa kali dan menyesal atas kelancangan
perbuatannya itu dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah, kenapa sejak
tadi ayah berkata bahwa yang melamar ini Rasulullah, kalau begitu segera
aku harus dikawinkan dengan pemuda ini.
Karena ingat firman Allah dalam Al-Quran
surat 24 : 51. Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka
dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili)
diantara mereka ialah ucapan. Kami mendengar, dan kami patuh/taat. Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 24:51)”
Zahid pada hari itu merasa jiwanya
melayang ke angkasa dan baru kali ini merasakan bahagia yang tiada tara
dan segera pamit pulang. Sampai di masjid ia bersujud syukur. Rasul yang
mulia tersenyum melihat gerak-gerik Zahid yang berbeda dari biasanya.
“Bagaimana Zahid?”
“Alhamdulillah diterima ya rasul,” jawab Zahid.
“Sudah ada persiapan?”
Zahid menundukkan kepala sambil berkata, “Ya Rasul, kami tidak memiliki apa-apa.”
Akhirnya Rasulullah menyuruhnya pergi ke
Abu Bakar, Ustman, dan Abdurrahman bi Auf. Setelah mendapatkan uang
yang cukup banyak, Zahid pergi ke pasar untuk membeli persiapan
perkawinan. Dalam kondisi itulah Rasulullah SAW menyerukan umat Islam
untuk menghadapi kaum kafir yang akan menghancurkan Islam.
Ketika Zahid sampai di masjid, dia
melihat kaum Muslimin sudah siap-siap dengan perlengkapan senjata, Zahid
bertanya, “Ada apa ini?”
Sahabat menjawab, “Wahai Zahid, hari ini orang kafir akan menghancurkan kita, maka apakah engkau tidak mengerti?”.
Zahid istighfar beberapa kali sambil
berkata, “Wah kalau begitu perlengkapan kawin ini akan aku jual dan akan
kubelikan kuda yang terbagus.”
Para sahabat menasehatinya, “Wahai Zahid, nanti malam kamu berbulan madu, tetapi engkau hendak berperang?”
Zahid menjawab dengan tegas, “Itu tidak mungkin!”
Lalu Zahid menyitir ayat sebagai
berikut, Jika bapak-bapak, anak-anak, suadara-saudara, istri-istri kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai,
adalah lebih baik kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya (dari)
berjihad di jalan-Nya. Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
fasik. (QS. 9:24).
Akhirnya Zahid (Aswad) maju ke medan
pertempuran dan mati syahid di jalan Allah. Rasulullah berkata, “Hari
ini Zahid sedang berbulan madu dengan bidadari yang lebih cantik
daripada Zulfah.”
Lalu Rasulullah membacakan Al-Quran
surat 3 : 169-170 dan 2:154). Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang
yang gugur dijalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi
Tuhannya dengan mendapat rizki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan
karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang
hati terhadap orang-orang yang masih tinggal dibelakang yang belum
menyusul mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(QS 3: 169-170).
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap
orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati, bahkan
(sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS.
2:154).
Pada saat itulah para sahabat meneteskan
air mata dan Zulfah pun berkata, “Ya Allah, alangkah bahagianya calon
suamiku itu, jika aku tidak bisa mendampinginya di dunia izinkanlah aku
mendampinginya di akhirat.”
Kisah Sahabat Nabi: Abdurrahman bin Auf, "Manusia Bertangan Emas"
Abdurrahman
bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia
juga tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh
Rasulullah masuk surga dan termasuk enam orang sahabat yang
bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-Khathab. Di
samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa
di Madinah selama beliau masih hidup.
Pada masa
Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam,
Rasulullah memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum
Rasulullah menjadikan rumah Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia
mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar Ash-Shiddiq
memeluk Islam.
Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama
masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak luput dari penyiksaan
dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah.
Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk
menyelamatkan diri dan agama dari tekanan Quraiys.
Tatkala
Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah,
Abdurrahman menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama
Yatsrib ini, Rasulullah mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan
Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan Sa'ad bin Rabi
Al-Anshari.
Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk
Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan sepenuh hati, namun
Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, "Tunjukkanlah padaku di mana
letak pasar di kota ini!"
Sa'ad kemudian menunjukkan
padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman berniaga di
sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang
yang cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya
berkata, "Saya ingin menikah, ya Rasulullah," katanya.
"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.
"Emas seberat biji kurma," jawabnya.
Rasulullah bersabda, "Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."
Sejak
itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan
sebongkah batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar
berkah yang diberikan Allah kepadanya sampai ia dijuluki 'Sahabat
Bertangan Emas'.
Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah.
Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di
antaranya Umar bin Utsman bin Ka'ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang
Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin
banyak yang meninggalkan medan perang.
Abdurrahman bin
Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak
segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada
waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk
mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf
memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah
emas.
Mengetahui
hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah,
"Sepertinya Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja
sedikit pun untuk keluarganya."
Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk istrimu?"
"Ya," jawabnya. "Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang kusumbangkan."
"Berapa?" tanya Rasulullah.
"Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah."
Pasukan
Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan
Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun.
Ketika waktu shalat tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman
bin Auf yang menjadi imam shalat berjamaah. Setelah hampir selesai
rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan
mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama
daripada menjadi imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu
Muhammad SAW.
Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mukminin
(para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi segala
kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila
mereka bepergian.
Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli
sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada Bani Zuhrah, dan kepada
Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan kepadanya, ia
bertanya, "Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?"
"Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas.
Aisyah
berkata, "Rasulullah pernah bersabda, 'Tidak ada orang yang kasihan
kepada kalian sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar."
Begitulah,
doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa
melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara
para sahabat. Bisnisnya terus berkembang dan maju. Semakin banyak
keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula kedermawanannya. Hartanya
dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi maupun
terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun
itu tidak memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.
Berbahagialah
Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang
diberikan Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi
oleh para sahabat mulia seperti Sa'ad bin Abi Waqqash dan yang lain.
Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib berkata, "Engkau
telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan
kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu." Amin.
Para sahabat adalah
generasi yang terdidik dengan Alquran. Allah turunkan kitab-Nya yang
mulia di masa mereka. Dan Rasul-Nya ﷺ mendidik generasi mulia ini secara
langsung. Menjelaskannya dalam perkataan dan perbuatan.
Di antara sahabat Nabi ﷺ yang terdidik dengan bimbingan Alquran itu adalah Dzu Nurain, Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Kedua telinga Utsman mendengar langsung ayat Alquran yang dilantunkan oleh sayyidul anbiya wal mursalin.
Ayat-ayat tersebut meninggalkan kesan yang begitu dalam di hatinya.
Terpraktikkan pada kepribadiannya. Menyucikan hatinya dan menahbiskan
jiwanya. Kemudian mempengaruhi ruhnya. Jadilah ia manusia baru –karena
memeluk Islam- dengan jiwa yang mulia. Tujuan hidup yang agung. Dan
perangai yang istimewa.
Menjadikan Alquran Sebagai Sahabat
Dari Abi Abdurrahman as-Sulami, ia berkata, “Para pembaca Alquran
–semisal Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, dll- bercerita kepada
kami bahwa mereka belajar dari Rasulullah ﷺ 10 ayat.
Mereka tidak
menambahnya sampai memahami makna kandungannya dan mengamalkannya.
Mereka berkata, ‘Kami mempelajari Alquran; memahaminya, sekaligus
mempraktikkannya’. Oleh karena itu, para sahabat butuh beberapa waktu
untuk menghafalkan satu surat. Semua itu karena Allah Ta’ala berfirman,
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan
berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat
pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shaad: 29).”
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Alquran dan mengamalkannya.” (HR. Bukhari).
Di antara murid-murid Utsman bin Affan yang paling terkenal adalah
Abu Abdurrahman as-Sulami, al-Mughirah bin Abi Syihab, Abu al-Aswad, dan
Wazir bin Hubaisy (Tarikh al-Islami oleh Imam adz-Dzahabi, 1: 467).
Quote Utsman Tentang Alquran
Sejarah telah mencatat kalimat-kalimat penuh hikmah dari Utsman bertutur tentang Alquran. Ia berkata,
“Jika hati kita suci, maka ia tidak akan pernah puas dari kalam Rabb nya.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, bab al-Adab wa at-Tasawwuf).
Beliau juga mengatakan, “Sungguh aku membenci, satu hari berlalu tanpa melihat (membaca) Alquran.” (al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir, 10: 388).
Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Bagian dunia
yang kucintai ada tiga: (1) mengenyangkan orang yang lapar, (2) memberi
pakaian mereka yang tak punya, dan (3) membaca Alquran”. (Irsyadul Ibad li Isti’dadi li Yaumil Mi’ad, Hal: 88).
Dalam kesempatan lainnya, Utsman berkata, “Ada empat hal ketika
nampak merupakan keutamaan. Jika tersembunyi menjadi kewajiban. (1)
Berkumpul bersama orang-orang shaleh adalah keutamaan dan mencontoh
mereka adalah kewajiban. (2) Membaca Alquran adalah keutamaan dan
mengamalkannya adalah kewajiban. (3) Menziarahi kubur adalah keutamaan
dan beramal sebagai persiapan untuk mati adalah kewajiban. (4) Dan
membesuk orang yang sakit adalah keutamaan dan mengambil wasiat darinya
adalah kewajiban”. (Irsyadul Ibad li Isti’dadi li Yaumil Mi’ad, Hal: 90).
Utsman juga berkata, “Ada 10 hal yang disia-siakan: Orang yang
berilmu tapi tidak ditanyai. Ilmu yang tidak diamalkan. Pendapat yang
benar namun tidak diterima. Senjata yang tidak digunakan. Masjid yang
tidak ditegakkan shalat di dalamnya. Mush-haf Alquran yang tidak dibaca.
Harta yang tidak diinfakkan. Kendaraan yang tidak dipakai. Ilmu tentang
kezuhudan bagi pencinta dunia. Dan usia panjang yang tidak menambah
bekal untuk safarnya (ke akhirat).” (Irsyadul Ibad li Isti’dadi li Yaumil Mi’ad, Hal: 91).
Tidak jarang, Allah al-Hakim mewafatkan seseorang sedang melakukan
kebiasaannya ketika hidup. Demikian pula yang terjadi pada Utsman. Ia
amat dekat dan selalu bersama Alquran. Hingga ia wafat pun sedang
membaca Alquran.
Dialah Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Salah seorang
khalifah rasyid yang diikuti sunnahnya. Persahabatanya begitu dengan
Nabi yang mulia, Muhammad ﷺ. Ia adalah di antara sahabatnya yang paling
istimewa. Dan ia pula laki-laki yang menikahi dua putri Rasulullah ﷺ.
Cukuplah sebuah riwayat dari Sufyan bin Uyainah berikut ini untuk
mengetahui kedudukan Utsman di sisi Rasulullah ﷺ.
Dari Sufyan bin Uyainah, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, ia
berkata, “Rasulullah ﷺ apabila duduk, maka Abu Bakar duduk di sebelah
kanannya, Umar di sebelah kirinya, dan Utsman di hadapannya. Ia menulis
rahasia Rasulullah ﷺ.” (Tarikh Dimasy oleh Ibnu Asakir, 26: 344).
Artikel www.KisahMuslim.com
Gulat disebut sebagai
olahraga tertua di dunia yang dikompetisikan. Olahraga gulat telah
muncul di lukisan-lukisan Mesir kuno yang berusia 5000-an tahun. Konon,
gulat sudah menjadi mata pelajaran di Tiongkok sejak 2050 SM. Tidak
heran, dalam adegan kolosal, para kesatria sering adu tanding gulat
untuk menunjukkan kehebatan mereka.
Olahraga ini juga cukup populer di masa-masa Islam. Masa saat
Rasulullah ﷺ masih hidup dan berinteraksi dengan masyarakat Arab kala
itu. Di masa beliau ﷺ ada seorang pegulat yang dikenal sebagai juara. Ia
sangat sulit ditaklukkan. Tidak ada seorang pun yang berhasil
menempelkan perutnya ke tanah saat bergulat. Namanya adalah Rukanah.
Siapakah Rukanah?
Namanya adalah Rukanah bin Abdu Yazid bin Hisyam bin Abdul Muthalib
bin Abdu Manaf al-Muthallibi. Ia adalah seorang pemimpin Arab yang
terkenal dengan kekuatannya. Walaupun badannya kekar dan besar, Rukanah
tetap lincah dalam berkuda.
Rukanah adalah seorang laki-laki kuat. Ia masih dalam kemusyrikan di
awal-awal datangnya risalah kenabian Muhammad ﷺ. Ia begitu tenar sebagai
seorang pegulat hebat. Tidak ada seorang pun yang mampu menguncinya
hingga tergeletak di tanah. Postur tubuh dan perawakannya yang besar
tampak begitu kentara. Terlihat mencolok dibanding orang-orang di
sekelilingnya.
Ototnya yang kekar tidak menghalangi Rasulullah ﷺ untuk membuka
hatinya tentang kebenaran Islam. Dan di antara variasi dakwah Rasulullah
ﷺ adalah beliau menempuh pendekatan dalam bidang olahraga. Beliau ﷺ
berduel gulat dengan Rukanah. Subhanallah…
Ibnul Atsir mengatakan, “Rukanah adalah seseorang yang pernah duel
gulat dengan Nabi ﷺ.
Beliau mengalahkannya dua atau tiga kali. Padahal
ia termasuk laki-laki Quraisy yang paling kuat. Hidayah Islam baru ia
sambut ketika penaklukkan Kota Mekah. Ia wafat di masa kekhalifahan
Utsman. Ada juga yang mengatakan ia wafat pada tahun 42 H. Di masa
kekhalifahan Muawiyah radhiallahu ‘anhu.” (al-Isti’ab oleh Ibnu Abdil Bar hal: 801 dan Asadul Ghabah oleh Ibnul Atsir, hal: 1708).
Rukanah Adu Gulat Dengan Nabi ﷺ
Ibnu Ishaq mengatakan, “Abu Ishaq bin Yasar berkata kepadaku: Rukanah
bin Abdu Yazid bin Hisyam bin Abdul Muthallib bin Abdu Manaf adalah
orang Quraisy yang paling kuat. Suatu hari ia bersama Rasulullah ﷺ di
suatu kampung Mekah (sebelum hijrah).
Rasulullah ﷺ berkata kepadanya: Wahai Rukanah, tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dan menerima dakwahku?
Rukanah menjawab: Seandainya aku mengetahui apa yang engkau serukan itu adalah kebenaran, pasti aku akan mengikutimu.
Rasulullah menimpali: Bagaimana kiranya kukalahkan engkau dalam gulat. Apakah engkau akan meyakini kebenaran perkataanku?
Rukanah menjawab: Iya.
Rasulullah berseru: Ayo berdiri. Akan kukalahkan engkau.”
Abu Ishaq melanjutkan kisahnya, “Rukanah pun menyambut tantangan itu.
Keduanya pun duel gulat. Rasulullah ﷺ menyergapnya dan berhasil
menjatuhkannya. Rukanah pun tak berdaya.
Penasaran dengan kekalahannya, Rukanah berkata: ‘Kita ulangi wahai Muhammad’. Keduanya pun kembali bergulat.
Rukanah kembali berkata: ‘Wahai Muhammad, luar biasa, kau berhasil mengalahkanku!’
Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Yang lebih luar biasa dari ini pun akan
kutunjukkan jika engkau mau. Jika engkau bertakwa kepada Allah dan
menaatiku’.
‘Apa itu?’ Tanya Rukanah.
Nabi ﷺ menjawab: ‘Akan kupanggil pohon yang engkau lihat itu. Dan dia akan datang kepadaku’.
‘Panggillah’, tantang Rukanah.
Pohon itu pun datang hingga ke hadapan Rasulullah ﷺ. Kemudian
Rasulullah ﷺ berkata kepada pohon itu: ‘Kembalilah ke tempatmu’. Pohon
itu pun kembali ke tempatnya semula.
Rukanah pun pergi menuju kaumnya. Ia berkata, ‘Wahai anak-anak Abdu
Manaf, mereka telah menyihir masyarakat. Demi Allah, aku tidak pernah
melihat penyihir yang lebih sakti darinya’. Kemudian Rukanah mengabarkan
apa yang ia lihat.” (Sirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, tahqiq al-Halabi, 1: 390-391).
Dalam riwayat al-Baladzuri disebutkan bahwa Rukanah-lah yang
menantang Rasulullah ﷺ bergulat. Ia dikabarkan tentang Nabi ﷺ. Lalu
Rukanah menemui beliau di salah satu bukit di Mekah. Rukanah mengatakan,
“Wahai anak saudaraku –karena sama-sama bani Abdu Manaf-, telah sampai
kabar tentangmu kepadaku. Aku tidak mengenal engkau sebagai pembohong.
Jika engkau mengalahkanku (dalam gulat), maka aku yakin engkau orang
yang benar”. Nabi ﷺ pun bergulat dengannya sebanyak tiga kali.
Abu al-Yaqzhan mengatakan: Ketika Rukanah datang kepada Nabi ﷺ untuk
memeluk Islam di hari Fathu Mekah, ia berkata, “Demi Allah, aku
mengetahui jika engkau bergulat denganku, engkau akan mendapat
pertolongan dari langit”. Kemudian ia pindah ke Madinah dan tinggal di
sana hingga wafat di awal pemerintahan Muawiyah radhiallahu ‘anhu (Ansabul Asyraf oleh al-Baladzuri, 1: 155, 9: 392-392. Ia memiliki penguat dalam riwayat at-Tirmidzi 1784, Abu Dawud 4078, dan al-Hakim 5903).
Anak Rukanah Bergulat dengan Nabi ﷺ
Selain bergulat dengan Rukanah, Nabi ﷺ pun pernah berduel dengan
orang-orang selain Rukanah. Di antaranya adalah anak dari Rukanah.
Namanya Yazid bin Rukanah. Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma
mengisahkan, “Yazid bin Rukanah datang menemui Nabi ﷺ dengan membawa 300
ekor domba. Ia berkata, ‘Wahai Muhammad, apakah engkau mau duel gulat
denganku?’
Nabi ﷺ menjawab, ‘Apa hadiahnya jika aku mengalahkanmu?’
‘100 domba ini’, jawabnya. Keduanya pun bergulat. Dan Nabi ﷺ yang menang.
Yazid kembali menantang Rasulullah. Ia berkata, ‘Maukah engkau adu gulat (sekali) lagi?’
Nabi ﷺ menjawab, ‘Apa imbalannya?’
Yazid menjawab, ‘100 domba lainnya’. Keduanya pun bergulat. Lagi-lagi
Nabi mengalahkannya.
Disebutkan bahwasanya keduanya bergulat sampai
tiga kali.
Yazid berkata, ‘Wahai Muhammad, sebelumnya tidak ada yang mampu
membuat perutku menempel dengan tanah kecuali dirimu. Dan tidak ada yang
paling aku benci pula selain dirimu. Namun sekarang aku bersaksi
bahwasanya tidak ada Tuhan yang berhak untuk disembah kecuali Allah. Dan
engkau adalah utusan Allah’. Kemudian Rasulullah ﷺ mengembalikan semua
dombanya.” (Ibnu Abdil Bar dalam al-Isti’ab 2770, Ibnul Atsir dalam Asadul Ghabah 5544, Ibnu Hajar dalam al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah 9279, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Irawa’ al-Ghalil 1503).
Pelajaran Pertama: Metode dakwah Rasulullah yang variatif.
Beliau berdakwah berceramah. Beliau berdakwah dengan cara bersedekah.
Dengan akhlak yang mulia. Dengan pendekatan kultural. Sampai dengan
pendekatan dalam bidang olahraga. Namun pendekatan dakwah beliau tidak
menerabas sesuatu yang Allah larang.
Kedua: Nabi ﷺ tidaklah menginginkan harta dunia dari
hasil duelnya dengan Rukanah dan anaknya, akan tetapi beliau
menginginkan hidayah.
Ketiga: Betapa pun orang-orang musyrik sombong dalam
menolak Islam, Rasulullah tidak menyerah mendakwahi mereka. Fitrah
mereka tetap ingin keluar dari gelapnya kesyirikan.
Keempat: Terkadang seseorang malu menerima dakwah
dengan metode ceramah. Namun ia akan mengakui keunggulan dan kebenaran
yang dibawa orang lain apabila bisa mengalahkannya dalam bidang yang ia
geluti. Oleh karena itu, terkadang seseorang lebih menerima orang yang
seprofesi dengannya ketika mendakwahinya. Dosen dengan dosen. Pegawai
pabrik dengan pegawai pabrik. Mantan artis dakwah kepada artis. Dll.
Kelima: Meskipun orang-orang musyrik berlaku sombong
dan kasar terhadap Nabi ﷺ, namun beliau tetap berlaku ramah. Sehingga
mereka tidak segan mengajukan pertanyaan bahkan mengajak adu gulat
sekalipun.
Saad bin Abi Waqqash
adalah salah seorang sahabat yang paling pertama memeluk Islam. Hanya
beberapa orang sahabat saja yang mendahuluinya. Abu Bakar ash-Shiddiq,
Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu ajma’in
merekala orangnya. Laki-laki Quraisy ini mengucapkan dua kalimat
syahadat ketika berusia 27 tahun. Di masa kemudian, ia menjadi tokoh
utama di kalangan sahabat. Dan termasuk 10 orang yang diberi kabar
gembira sebagai penghuni surga.
Nasab Saad bin Abi Waqqash
Merupakan bagian penting dalam rekam jejak seseorang adalah nasab
keluarga. Keluarga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter
seseorang. Ayah Saad adalah anak dari seorang pembesar bani Zuhrah.
Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murah
bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah
bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin
Ma’d bin Adnan.
Adnan adalah keturunan dari Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam.
Malik, ayah Saad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu
Rasulullah ﷺ. Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin Abdul Muthalib
dan Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk nasab
yang terhormat dan mulia. Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi
ﷺ.
Ibunya adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu
asy-Syams bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin
Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah
bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Ketika Rasulullah ﷺ sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji dan mencandai Saad dengan mengatakan,
هَذَا خَالِي فَلْيُرِنِي امْرُؤٌ خَالَهُ
“Ini pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan pamannya
kepadaku.” (HR. al-Hakim 6113 dan at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi
mengatakan hadist ini hasan).
Masa Pertumbuhan
Saad dilahirkan di Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh dan
terdidik di lingkungan Quraisy. Bergaul bersama para pemuda Quraisy dan
pemimpin-pemimpin Arab. Sejak kecil, Saad gemar memanah dan membuat
busur panah sendiri. Kedatangan jamaah haji ke Mekah menambah khazanah
pengetahuannya tentang dunia luar. Dari mereka ia mengenal bahwa dunia
itu tidak sama dan seragam. Sebagaimana samanya warna pasir gurun dan
gunung-gunung batu. Banyak kepentingan dan tujuan yang mengisi kehidupan
manusia.
Memeluk Islam
Mengenal Islam sejak lahir adalah sebuah karunia yang besar. Karena
hidayah yang mahal harganya itu, Allah beri tanpa kita minta. Berbeda
bagi mereka yang mengenal Islam di tengah jalannya usia. Keadaan ini
tentu lebih sulit. Banyak batu sandungan dan pemikiran yang
membingungkan.
Saad bin Waqqash memeluk Islam saat berusia 17 tahun. Ia menyaksikan
masa jahiliyah. Abu Bakar ash-Shiddiq berperan besar mengenalkannya
kepada agama tauhid ini. Ia menyatakan keislamannya bersama orang yang
didakwahi Abu Bakar: Utsman bin Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman
bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah. Hanya tiga orang yang mendahului
keislaman mereka.
Dipaksa Meninggalkan Islam
Ketika Saad bin Abi Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan
Muhammad ﷺ, dan meninggalkan agama nenek moyangnya, ibunya sangat
menentangnya. Sang ibu ingin agar putranya kembali satu keyakinan
bersamanya. Menyembah berhala dan melestarikan ajaran leluhur.
Ibunya mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati putranya
yang sangat menyayanginya. Ia baru akan makan dan minum kalau Saad
meninggalkan agama baru tersebut.
Setelah beberapa lama, kondisi ibu Saad terlihat mengkhawatirkan.
Keluarganya pun memanggil Saad dan memperlihatkan keadaan ibunya yang
sekarat. Pertemuan ini seolah-olah hari perpisahan jelang kematian.
Keluarganya berharap Saad iba kepada ibunda.
Saad menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun
keimanannya kepada Allah dan Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia
berkata, “Ibu… demi Allah, seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu
per satu nyawa itu binasa. Aku tidak akan meninggalkan agama ini
sedikit pun. Makanlah wahai ibu.. jika ibu menginginkannya. Jika tidak,
itu juga pilihan ibu”.
Ibunya pun menghentikan mogok makan dan minum. Ia sadar, kecintaan
anaknya terhadap agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia
lakukan. Berkaitan dengan persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah
ayat yang membenarkan sikap Saad bin Abi Waqqash.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu
yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah
kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS:
Luqman | Ayat: 15).
Doanya Tidak Tertolak
Saad bin Abi Waqqash adalah seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang
memiliki doa yang manjur dan mustajab. Rasulullah ﷺ meminta kepada Allah
ﷻ agar doa Saad menjadi doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau ﷺ
bersabda,
Doa Rasulullah ﷺ ini menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli ibadah yang terkabul doanya.
Seorang Mujahid
Saad bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang
melemparkan anak panah di jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang
Rasulullah pernah menyebutkan kata “tebusan” untuknya. Seperti dalam
sabda beliau ﷺ dalam Perang Uhud:
اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku tidak
pernah mendengar Rasulullah ﷺ menebus seseorang dengan ayah dan ibunya
kecuali Saad. Sungguh dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah
mengatakan,
اِرْمِ سَعْدُ … فِدَاكَ أَبِيْ وَأُمِّيْ
“Panahlah, wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Dan Saad sangat merasa terhormat dengan motivasi Rasulullah ﷺ ini.
Di antara keistimewaan lain, yang ada pada diri Saad bin Abi Waqqash
termasuk seorang penunggang kuda yang paling berani di kalangan bangsa
Arab dan di antara kaum muslimin. Ia memiliki dua senjata yang luar
biasa; panah dan doa.
Peperangan besar yang pernah ia pimpin adalah Perang Qadisiyah.
Sebuah perang legendaris antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia.
3000 pasukan kaum muslimin beradapan dengan 100.000 lebih pasukan
negara adidaya Persia bersenjata lengkap. Prajurit Persia dipimpin oleh
palingma mereka yang bernama Rustum. Melaui Saad lah, Allah memberi
kemanangan kepada kaum muslimin atas negara adidaya Persia.
Umar Mengakui Amanahnya Dalam Memimpin
Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah mengamanahi
Saad jabatan gubernur Irak. Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak.
Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad
bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya. Permasalahan shalat bukanlah
permsalahan yang ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya.
Sehingga Umar pun merespon laporan tersebut dengan memanggil Saad ke
Madinah.
Mendengar laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi
tuduhan tersebut dengan mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku shalat
bersama mereka seperti shalatnya Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat
awal dan mempersingkat dua rakaat terakhir”.
Mendengar klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak.
Akan tetapi Saad menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau
memerintahkanku kembali kepada kaum yang menuduhku tidak beres dalam
shalat?” Saad lebih senang tinggal di Madinah dan Umar mengizinkannya.
Ketika Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan enam orang
sahabat yang diridhai oleh Nabi ﷺ -salah satunya Saad- untuk
bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar berkata, “Jika yang
terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya, hendaklah
meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.
Sikap Saad Saat Terjadi Perselisihan Antara Ali dan Muawiyah
Saad bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada
kaum muslimin. Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, radhiallahu ‘anhum ajma’in.
Sikap Saad pada saat itu adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia juga
memerintahkan keluarga adan anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita
apapun kepadanya.
Keponakannya, Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya,
“Wahai paman, ini adalah 100.000 pedang (pasukan) yang menganggap
Andalah yang berhak menjadi khalifah”. Saad menjawab, “Aku ingin dari
100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika aku memukul seorang
mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika dipakai untuk
memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”. Mendengar jawaban
pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali
tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.
Wafat
Saad bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga
dianugerahi Allah ﷻ harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia
mengenakan pakaian dari wol. Jenis kain yang dikenal murah kala itu. Ia
berkata, “Kafani aku dengan kain ini, karena pakaian inilah yang aku
pakai saat memerangi orang-orang musyrik di Perang Badar”.
Saad wafat pada tahun 55 H. Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya. Semoga Allah meridhainya.
Nama Khalid bin al-Walid
begitu masyhur di umat ini. Mendengar namanya, seseorang akan selalu
terbayang akan kepahlawanan dan jihad di jalan Allah. Sosoknya sangat
dirindukan. Dan figurnya selalu ingin ditiru dan diharapkan. Ia dijuluki
saifullah, pedang Allah. Ayahnya adalah al-Walid bin
al-Mughirah, salah seorang tokoh Quraisy di zamannya. Ibunya adalah
Lubabah binti al-Harits, saudara dari Ummul Mukminin Maimunah binti
al-Harits.
Khalid bin al-Walid memeluk Islam pada tahun 8 H, saat perjanjian
Hudaibiyah tengah berjalan. Ia turut serta dalam Perang Mu’tah. Nabi ﷺ
memuji Khalid dalam perang tersebut dengan sabdanya:
“أخذ الراية زيد فأصيب، ثم أخذها جعفر فأصيب، ثم أخذها عبد الله بن رواحة
فأصيب، ثم أخذها سيفٌ من سيوف الله، ففتح الله على يديه”. ومن يومئذٍ
سُمِّي “سيف الله”،.
“Bendera perang dibawa oleh Zaid lalu berperang hingga syahid.
Kemudian bendera diambil oleh Ja’far dan berperang hingga syahid.
Setelah itu, bendera perang dibawa oleh pedang di antara
pedang-pedangnya Allah (saifullah –yakni Khalid bin Walid-) hingga Allah memenangkan kaum muslimin.”
Khalid mengisahkan dahsyatnya Perang Mu’tah dengan mengatakan,
“Sembilan pedang di tanganku telah pata. Tidak tersisa kecuali pedang
buatan Yaman.” (Diriwayatkan al-Bukhari dalam Kitab al-Maghazi, Bab
Ghazwatu Mu’tah min Ardhi Syam: 4017).
Sejak saat itu Khalid dikenal dengan sebutan saifullah.
Khalid juga turut serta dalam Perang Khaibar, Hunain, Fathu Mekah, dll.
Rasulullah ﷺ pernah mengutusnya untuk menghancurkan berhala Uzza.
Khalid pun meluluhlantakkan wibawa berhala itu di hadapan penyembahnya.
Ia hancurkan Uzza. Setelah itu ia berkata, “Aku mengingkarimu. Kamu
tidak Maha Suci. Sesungguhnya Allah telah menghinakanmu”.
Kemudian
Khalid bakar Tuhan jahiliyah itu (as-Sirah an-Nabawiyah oleh Ibnu Katsir: 3/597).
Abu Bakar juga menjadikan Khalid pemimpin pasukan dalam peperangan
melawan orang-orang murtad. Abu Bakar mengatakan, “Sebaik-baik hamba
Allah dan saudara dekat adalah Khalid bin al-Walid. Khalid bin al-Walid
pedang di antara pedang-pedangnya Allah.” (as-Sirah al-Halabiyah oleh al-Halabi: 3/212).
Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhu mencatatkan sejarah
yang begitu luar biasa dalam menghadapi negara adidaya seperti Romawi di
Syam dan Persia di Irak. Dan ia pula yang memerdekakan Damaskus.
Panglima perang yang sibuk dengan jihadnya ini meriwayatkan 8 hadits dari Nabi ﷺ.
Saat kematian hendak menjemputnya, ia berkata, “Aku telah turut serta
dalam 100 perang atau kurang lebih demikian. Tidak ada satu jengkal pun
di tubuhku, kecuali terdapat bekas luka pukulan pedang, hujaman tombak,
atau tusukan anak panah. Namun lihatlah aku sekarang, akan wafat di
atas tempat tidurku. Maka janganlah mata ini terpejam (wafat)
sebagaimana terpejamnya mata orang-orang penakut. Tidak ada suatu amalan
yang paling aku harapkan daripada laa ilaaha illallaah, dan aku terus
menjaga kalimat tersebut (tidak berbuat syirik).” (Khulashah Tadzhib Tahdzibul Kamal oleh Shafiyuddin al-Anshari, Hal: 103).
Pada tanggal 18 Ramadhan 21 H, Khalid bin al-Walid wafat. Umar bin
al-Khattab sangat bersedih dengan kepergian Sang Pedang Allah. Ketika
ada yang meminta Umar agar menenangkan wanita-wanita Quraisy yang
menangis karena kepergian Khalid, Umar berkata, “Para wanita Quraisy
tidak harus menangisi kepergian Abu Sulaiman (Khalid bin al-Walid).”
(al-Bidayah wa an-Nihayah oleh Ibnu Katsir: 7/132).
Setelah wafatnya, Khalid mendermakan senjata dan kuda tunggangannya untuk berjihad di jalan Allah (ath-Thabaqat al-Kubra oleh Ibnu Saad: 7/397).
Semoga Allah meridhaimu wahai Abu Sulaiman, mengampuni segala
kesalahanmu, dan mempertemukan kita semua di surga Allah yang penuh
kedamaian.
Di Persia, Sariyah bin Zanim Mendengar Perintah Umar dari Mimbar Madinah
Para wali Allah ﷻ
memiliki karomah. Keajaiban yang tidak mampu dinalar logika. Tapi mereka
tidak pernah mempelajarinya. Tidak pula mengulang-ulangnya bak sebuah
atraksi di sebuah pertunjukan. Di antara wali Allah ﷻ yang memiliki
karomah adalah Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Ia pernah
berkhutbah di atas mimbar Nabi ﷺ di Madinah, namun suaranya sampai
kepada pasukan yang tengah diutus menghadapi Persia di wilayah Syam.
Pasukan tersebut dipimpin oleh Sariyah bin Zanim radhiallahu ‘anhu.
Siapakah Sariyah bin Zanim?
Ia adalah Sariyah bin Zanim bin Abdullah bin Jabir bin Muhammiyah bin
Kinanah ad-Duali. Di masa jahiliyah, ia senang menyendiri di gua.
Kecepatan larinya luar biasa. Saking cepatnya, orang-orang menggambarkan
kecepatannya dengan ungkapan, mampu mendahului kuda (Ibnu Hajar, al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, 3/5).
Tidak diketahui pasti kapan Sariyah memeluk Islam. Yang jelas ia
termasuk sahabat yang terakhir menjadi seorang muslim. Karena namanya
tidak termaktub dalam pasukan Badar, Uhud, dan Khandaq. Diperkirakan ia
memeluk Islam sebelum penaklukkan Kota Mekah.
Memimpin Pasukan Menghadapi Persia
Sariyah dikenal sebagai seorang yang sangat pemberani. Ia juga
seorang yang cepat dan tepat dalam mengambil keputusan. Umar
mempercayainya memimpin pasukan untuk menghadapi negara adidaya Persia.
Dan melalui dirinya, dua kota penting Persia berhasil ditaklukkan.
Suatu hari, Umar bin al-Khattab berkhutbah Jumat di atas mimbar
Masjid Nabawi. Ia naik ke mimbar kemudian berucap lantang, “Wahai
Sariyah bin Zanim, bukit. Wahai Sariyah bin Zanim, bukit…” Maksudnya
jadikan bukit untuk berlindung.
Kemudian Umar melanjutkan khutbahnya hingga selesai.
Beberapa waktu kemudian, datang surat dari Sariyah bin Zanim kepada
Umar bin al-Khattab di Madinah. Surat tersebut mengabarkan,
“Sesungguhnya Allah telah memberikan kemenangan kepada kami pada hari
Jumat, pada waktu demikian”.
Waktu yang termaktub dalam surat tersebut adalah saat dimana Umar berbicara di atas mimbar.
Sariyah berkata, “Aku mendengar suara (yang menyeru) ‘Wahai Sariyah
bin Zanim, bukit. Wahai Sariyah bin Zanim, bukit…’. Aku dan pasukan pun
naik ke atas bukit. Sebelumnya kami berada di lembah, dalam keadaan
terkepung musuh. Akhirnya Allah memberi kami kemenangan.”
Ada yang bertanya kepada Umar, “Ucapan macam apa itu?” “Demi Allah,
aku tidak memikirnya dalam-dalam. Suatu kalimat datang begitu saja di
lisanku”, jawab Umar (Ibnu Asakir, Tarikh Dimasyq, 20/25).
Dari sini kita bisa melihat ketulusan Umar. Jarak antara Kota Madinah
dan wilayah Syam begitu jauh. Bagaimana bisa Sariyah bin Zanim
mendengar suara Umar? Itulah karomah. Karomah buah dari keimanan yang
ditanam oleh Rasulullah ﷺ pada diri para sahabatnya, radhiallahu ‘anhum
ajma’in.
Umar tidak sebutkan bahwa ia melakukan persiapan. Berlatih
sebelumnya. Melakukan amalan-amalan tertentu. Dll. Apa yang terjadi
semata-mata karomah yang Allah ﷻ berikan kepadanya. Kemudian di lain
kesempatan tidak ditemukan riwayat Umar mengulangi hal ini. Kejadian ini
hanya terjadi satu kali.
Inilah karomah yang diberikan Allah ﷻ pada para walinya,
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu)
orang-orang beriman dan selalu bertaqwa.
Ada yang menambahkan kisah ini bahwasanya Umar melihat apa yang
terjadi di Syam, maka hadits-hadits tentang hal itu bersumber pada
hadits yang lemah.
Pembicaraan tentang putra dan putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
termasuk pembicaraan yang jarang diangkat. Tidak heran, sebagian umat
Islam tidak mengetahui berapa jumlah putra dan putri beliau atau siapa
saja nama anak-anaknya.
Enam dari tujuh anak Rasulullah terlahir dari ummul mukminin Khadijah binti Khuwailid radhiallahu ‘anha. Rasulullah memuji Khadijah dengan sabdanya,
“Ia telah beriman kepadaku tatkala orang-orang kafir kepadaku, ia
telah membenarkan aku tatkala orang-orang mendustakan aku, ia telah
membantuku dengan hartanya tatkala orang-orang menahan hartanya tidak
membantuku, dan Allah telah menganugerahkan darinya anak-anak tatkala
Allah tidak menganugerahkan kepadaku anak-anak dari wanita-wanita yang
lain.” (HR Ahmad no.24864)
Saat beliau mengucapkan kalimat ini, beliau belum menikah dengan Maria al-Qibtiyah.
Anak-anak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Rasulullah memiliki
tiga orang putra; yang pertama Qasim, namanya menjadi kunyah Rasulullah
(Abul Qashim). Qashim dilahirkan sebelum kenabian dan wafat saat berusia
2 tahun. Yang kedua Abdullah, disebut juga ath-Thayyib atau ath-Tahir
karena lahir setelah kenabian. Putra yang ketiga adalah Ibrahim,
dilahirkan di Madinah tahun 8 H dan wafat saat berusia 17 atau 18 bulan.
Adapun putrinya berjumlah 4 orang; Zainab yang menikah dengan Abu
al-Ash bin al-Rabi’, keponakan Rasulullah dari jalur Khadijah, kemudian
Fatimah menikah dengan Ali bin Abi Thalib, lalu Ruqayyah dan Ummu
Qultsum menikah dengan Utsman bin Affan.
Rinciannya adalah sebagai berikut:
Putri-putri Rasulullah
Para ulama sepakat bahwa jumlah putri Rasulullah ada 4 orang, semuanya terlahir dari rahim ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha.
Pertama, putri pertama Rasulullah adalah Zainab binti Rasulullah.
Zainab radhiallahu ‘anha menikah dengan anak bibinya, Halah
binti Khuwailid, yang bernama Abu al-Ash bin al-Rabi’. Pernikahan ini
berlangsung sebelum sang ayah diangkat menjadi rasul. Zainab dan ketiga
saudarinya masuk Islam sebagaimana ibunya Khadijah menerima Islam, akan
tetapi sang suami, Abu al-Ash, tetap dalam agama jahiliyah. Hal ini
menyebabkan Zainab tidak ikut hijrah ke Madinah bersama ayah dan
saudari-saudarinya, karena ikatannya dengan sang suami.
Beberapa lama kemudian, barulah Zainab hijrah dari Mekah ke Madinah
menyelamatkan agamanya dan berjumpa dengan sang ayah tercinta, lalu
menyusullah suaminya, Abu al-Ash. Abu al-Ash pun mengucapkan dua kalimat
syahadat dan memeluk agama mertua dan istrinya. Keluarga kecil yang
bahagia ini pun bersatu kembali dalam Islam dan iman. Tidak lama
kebahagiaan tersebut berlangsung, pada tahun 8 H, Zainab wafat
meninggalkan Abu al-Ash dan putri mereka Umamah.
Setelah itu, terkadang Umamah diasuh oleh kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana dalam hadis disebutkan beliau menggendong cucunya, Umamah,
ketika shalat, apabila beliau sujud, beliau meletakkan Umamah dari
gendongannya.
Kedua, Ruqayyah binti Rasulullah.
Ruqayyah radhiallahu ‘anha dinikahkan oleh Rasulullah dengan sahabat yang mulia Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
Keduanya turut serta berhijrah ke Habasyah ketika musyrikin Mekah sudah
sangat keterlaluan dalam menyiksa dan menyakiti orang-orang yang
beriman. Di Habasyah, pasangan yang mulia ini dianugerahi seorang putra
yang dinamai Abdullah.
Ruqayyah dan Utsman juga turut serta dalam hijrah yang kedua dari
Mekah menuju Madinah. Ketika tinggal di Madinah mereka dihadapkan dengan
ujian wafatnya putra tunggal mereka yang sudah berusia 6 tahun.
Tidak lama kemudian, Ruqoyyah juga menderita sakit demam yang tinggi.
Utsman bin Affan setia merawat istrinya dan senantiasa mengawasi
keadaannya. Saat itu bersamaan dengan terjadinya Perang Badar, atas
permintaan Rasulullah untuk mejaga putrinya, Utsman pun tidak bisa turut
serta dalam perang ini. Wafatlah ruqayyah bersamaan dengan kedatangan
Zaid bin Haritsah yang mengabarkan kemenangan umat Islam di Badar.
Ketiga, Ummu Kultsum binti Rasulullah.
Setelah Ruqayyah wafat, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putrinya yang lain, Ummu Kultsum radhiallahu ‘anha. Oleh karena itulah Utsman dijuluki dzu nurain (pemilik dua cahaya) karena menikahi dua putri Rasulullah, sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki sahabat lainnya.
Utsman dan Ummu Kultsum bersama-sama membangun rumah tangga hingga
wafatnya Ummu Kultsum pada bulan Sya’ban tahun 9 H. Keduanya tidak
dianugerahi putra ataupun putri. Ummu Kultsum dimakamkan bersebelahan
dengan saudarinya Ruqayyah radhiallahu ‘anhuma.
Keempat, Fatimah binti Rasulullah.
Fatimah radhiallahu ‘anha adalah putri bungsu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia dilahirkan lima tahun sebelum kenabian. Pada tahun kedua hijriyah, Rasulullah menikahkannya dengan Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu.
Pasangan ini dikaruniai putra pertama pada tahun ketiga hijriyah, dan
anak tersebut dinamai Hasan. Kemudian anak kedua lahir pada bulan Rajab
satu tahun berikutnya, dan dinamai Husein. Anak ketiga mereka, Zainab,
dilahirkan pada tahun keempat hijriyah dan dua tahun berselang lahirlah
putri mereka Ummu Kultsum.
Fatimah adalah anak yang paling mirip dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dari gaya bicara dan gaya berjalannya. Apabila Fatimah datang ke rumah
sang ayah, ayahnya selalu menyambutnya dengan menciumnya dan duduk
bersamanya. Kecintaan Rasulullah terhadap Fatimah tergambar dalam
sabdanya,
فاطمة بضعة منى -جزء مِني- فمن أغضبها أغضبني” رواه البخاري
“Fatimah adalah bagian dariku. Barangsiapa membuatnya marah, maka dia juga telah membuatku marah.” (HR. Bukhari)
Beliau juga bersabda,
أفضل نساء أهل الجنة خديجة بنت خويلد، وفاطمة بنت محمد، ومريم بنت عمران، وآسية بنت مُزاحمٍ امرأة فرعون” رواه الإمام
أحمد
“Sebaik-baik wanita penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid,
Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran, Asiah bin Muzahim, istri
Firaun.” (HR. Ahmad).
Satu-satunya anak Rasulullah yang hidup saat beliau wafat adalah
Fatimah, kemudian ia pula keluarga Rasulullah yang pertama yang menyusul
beliau. Fatimah radhiallahu ‘anha wafat enam bulan setelah
sang ayah tercinta wafat meninggalkan dunia. Ia wafat pada 2 Ramadhan
tahun 11 H, dan dimakamkan di Baqi’.
Putra-putra Rasulullah Pertama, al-Qashim bin Rasulullah. Rasulullah
berkunyah dengan namanya, beliau disebut Abu al-Qashim (bapaknya
Qashim). Qashim lahir sebelum masa kenabian dan wafat saat usia dua
tahun.
Kedua, Abdullah bin Rasulullah. Abdullah dinamai juga dengan ath-Thayyib atau ath-Thahir. Ia dilahirkan pada masa kenabian.
Ketiga, Ibrahim bin Rasulullah.
Ibrahim dilahirkan pada tahun 8 H di Kota Madinah. Dia adalah anak terakhir dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dilahirkan dari rahim Maria al-Qibthiyah radhiallahu ‘anha.
Maria adalah seorang budak yang diberikan Muqauqis, penguasa Mesir,
kepada Rasulullah. Lalu Maria mengucapkan syahadat dan dinikahi oleh
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Usia Ibrahim tidak panjang, ia wafat pada tahun 10 H saat berusia 17
atau 18 bulan. Rasulullah sangat bersedih dengan kepergian putra
kecilnya yang menjadi penyejuk hatinya ini. Ketika Ibrahim wafat,
Rasulullah bersabda,
“إن العين تدمع، والقلب يحزن، ولا نقول إلا ما يُرْضِى ربنا، وإنا بفراقك يا إبراهيم لمحزونون” رواه البخاري
“Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih,
namun kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Rab kami.
Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergianmu wahai Ibrahim.” (HR.
Bukhari).
Kalau kita perhatikan perjalanan hidup Rasulullah bersama
anak-anaknya, niscaya kita dapati pelajaran dan hikmah yang banyak.
Allah Ta’ala mengaruniakan beliau putra dan putri yang
merupakan tanda kesempurnaan beliau sebagai manusia. Namun Allah juga
mencoba beliau dengan mengambil satu per satu anaknya sebagaiman dahulu
mengambil satu per satu orang tuanya tatkala beliau membutuhkan mereka;
ayah, ibu, kakek, dan pamannya. Hanya anaknya Fatimah yang wafat setelah
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah juga tidak memperpanjang usia putra-putra beliau, salah satu
hikmahnya adalah agar orang-orang tidak mengkultuskan putra-putranya
atau mengangkatnya menjadi Nabi setelah beliau. Bisa kita lihat, cucu
beliau Hasan dan Husein saja sudah membuat orang-orang yang lemah
terfitnah. Mereka mengagungkan kedua cucu beliau melebih yang
sepantasnya, bagaimana kiranya kalau putra-putra beliau dipanjangkan
usianya dan memiliki keturunan? Tentu akan menimbulkan fitnah yang lebih
besar.
Hikmah dari wafatnya putra dan putri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga sebagai teladan bagi orang-orang yang kehilangan salah satu putra atau putri mereka. saat kehilangan anaknya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabar dan tidak mengucapkan perkataan yang tidak diridhai Allah.
Ketika seseorang kehilangan salah satu anaknya, maka Rasulullah telah
kehilangan hampir semua anaknya.
Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad dan keluarganya..
Konsep robot modern
sekarang, merupakan perkembangan dari konsep dasar yang ditemukan oleh
ilmuan abad pertengahan. Dari robot yang sederhana, dikembangkan menjadi
robot yang lebih kompleks yang mampu meringankan pekerjaan manusia.
Atau bahkan menggantikan manusia itu sendiri. Seorang ilmuan muslim, Abu
al-‘Iz Ismail bin Razaz al-Jazari (1136–1206) yang hidup pada abad ke-6
H, adalah orang pertama yang menemukan robot tersebut.
Al-Jazari (Cirze) adalah orang pertama yang menemukan robot yang
difungsikan untuk membantu pekerjaan rumah. Khalifah di zamannya,
meminta al-Jazari membuatkannya suatu alat yang mampu menggantikan
pembantunya dalam menyediakan air wudhu untuk shalat.
Al-Jazari membuatkan suatu mesin (robot) yang mampu melakukan gerakan
menuangkan (menunduk dan tegak kembali). Di tangan robot tersebut
terdapat teko yang berisi air. Tangan yang lain menyediakan handuk. Dan
di kepala robot tersebut terdapat seekor burung. Jika waktu shalat tiba,
burung tersebut akan berkicau. Kemudian robot pun maju menuju tuannya.
Lalu menuangkan air dari teko dengan takaran tertentu. Setelah selesai
wudhu, robot itu akan memberikan handuk yang ada di tangannya. Kemudian
kembali ke tempat semula. Gerakan terakhir ditutup dengan kicauan
burung.
Penemuan al-Jazari ini bukan sebuah klaim atau karangan. Bukan
kepalsuan yang semata-mata bertujuan menghibur umat Islam yang
tertinggal. Penemuan ini dicatat dalam Kitab al-Jazari: al-Jami’ baina al-Ilmi wa al-Amal an-Nafi’ fi Shina’ati al-Hil.
Buku ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris pada tahun 1974
oleh Donald Hill, seorang insinyur dan sejarawan Inggris. Menurut George
Sarton, buku al-Jazari ini adalah buku yang paling baik dalam
bidangnya. Hal ini merupakan sebuah pencapaian yang tinggi seorang
ilmuan muslim (at-Turats al-Ilmi al-Islami oleh Ahmad Fuad Basya, Hal: 31).
Penutup
Banyak pencapaian umat Islam di masa lalu yang hingga saat ini masih
membuat ilmuan modern merasa kagum. Seperti: umat Islam mampu membuat
peta yang hari ini hanya mampu dibuat dengan menggunakan satelit.
Arsitektur Istana Alhambra yang begitu mengagumkan. Membuat robot. dll.
dari sini kita menyadari bahwa Islam tidak bertentangan kemajuan ilmu
pengetahuan. Sehingga keliru pendapat yang mengatakan umat Islam perlu
sekulerisme untuk menjadi maju.
Hal menarik dari penemuan al-Jazari adalah bagaimana kaum muslimin
dahulu memanfaatkan teknologi untuk memudahkan mereka beribadah.
Bagaimana teknologi tersebut dijadikan sarana yang dapat membuat mereka
kian dekat dengan Allah ﷻ. Berbeda dengan keadaan kita sekarang, kisa
sudah bukan yang terdepan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
teknologi tersebut membuat kita lalai dari Allah ﷻ.
Sumber:
– Basya, Ahmad Fuad. 2002. at-Turats al-Ilmi al-Islami. Dar al-Fikr al-Arabi.
Memilih 10 nama dari
ratusan pemimpin besar Islam (selain sahabat) tentu bukanlah hal mudah.
Bisa jadi pembaca punya idola dan pilihan berbeda. Ada yang menyebut
beberapa nama dan menggeser beberapa nama yang kami sebutkan.
Demikianlah sejarah. Ia bukan ilmu pasti seperti matematika dan fisika.
Ada garis batas yang kaku dan rumus yang jitu untuk menentukan hasil
tertentu. Sejarah tidak seperti itu.
10 nama ini dipilih berdasarkan peranan besar mereka dalam politik
dan strategi. Juga kemampuan dalam menghadapi tipu daya musuh yang
mengancam dan menipu. Bukan dari sisi prestasi dalam ilmu dan sastra.
Juga bukan dalam masalah hukum dan pengetahuan agama. Dan tentu saja, 10
nama ini dipilih agar umat Islam tahu tentang pahlawan mereka.
Dalam kurun 3 abad, nama-nama mereka dicatat sebagai tokoh besar dalam dunia militer.
Pertama: Abu Ja’far al-Manshur
Laki-laki tangguh ini adalah seseorang yang memegang peranan penting
dalam sejarah berdirinya Daulah Abbasiyah. Dialah pencetus ide Daulah
Abasiyah. Dia juru taktik dan tokoh intelektual di belakang saudaranya
Abu al-Abbas as-Safah, khalifah pertama Daulah Abbasiyah.
Saat kekuasaan Daulah Umayyah telah masuk ke wilayah Andalusia hingga
Asia Tengah, mulailah terjadi kegoncangan. Damaskus (ibu kota Daulah
Umayyah) sulit me-manage wilayah kekuasaannya yang begitu besar
sekaligus memiliki ragam budaya yang berbeda. Para sejarawan
menyebutkan bahwa faktor utama runtuhnya Dualah Umayyah adalah kegagalan
mereka berinteraksi dengan ragam etnik dan budaya yang heterogen. Dan
di saat itu pula orang-orang Abbasiyah menyerukan perlawanan.
Abu Ja’far al-Manshur begitu jeli melihat kelemahan Daulah Umayyah.
Ia pandai memposisikan diri di kalangan orang-orang Persia dan Asia
Tengah. Ia tahu bagaimana mengarahkan potensi perbedaan etnik dan budaya
menjadi sebuah energi positif yang membangun, tidak melulu
menghembuskan energi negatif yang hanya memicu sengketa dan perpecahan.
Melihat geopolitik Timur Tengah saat ini, kecerdasan Abu Ja’far
al-Manshur menyatukan Persia dan Arab belum bisa ditiru oleh
pemimpin-pemimpin di era modern ini.
Di negeri yang sedang dibangun Abu Ja’far, tidak ada identitas
kesukuan. Identitas seseorang hanya disandarkan pada Islam saja.
hebatnya, ia juga mampu mengkompromikan antara budaya Arab dan Persia
yang dikenal sangat sulit bersatu. Para khalifah Abbasiyah berikutnya
mendapatkan warisan berharga berupa pondasi masyarakat yang kokoh.
Hingga karakter Abbasiyah ini luntur ditandai dengan munculnya Dinasti
Buwaihi dan Saljuk. Dan akhirnya runtuh di tangan bangsa Mongol pada
tahun 656 H/1258 M.
Kedua: Abdurrahman ad-Dakhil
Abdurrahman ad-Dakhil, anak muda bani Umayyah ini memiliki perjalanan
hidup yang luar biasa. Membaca kisahnya mendirikan Daulah Bani Umayyah
II seperti membaca kisah dongeng. Kalau Anda takjub dengan anak muda
membuat “kerajaan” bisnis; mendirikan perusahaan, sejuta pencapaian,
atau dengan Mark Zuckerberg yang mendirikan facebook, maka Anda akan
lebih takjub lagi dengan kisah Abdurrahman ad-Dakhil. Karena di usia
belia, ia mendirikan kerajaan dalam arti senyatanya. –atas izin Allah-
Ia mampu melakukan lobi-lobi politik tingkat tinggi, memimpin puluhan
ribu pasukan untuk tunduk pada komandonya, memadamkan puluhan
pemberontakan, menyelamatkan nyawa dari ribuan pedang, semua itu ia
lakukan sejak berusia 19 tahun.
Abdurrahman ad-Dakhil menjadi buronan Abbasiyah saat berusia 19
tahun. Menjadi penguasa tunggal di Andalusia pada usia 29 tahun. Dan
terus memegang kekuasaan selama sekitar 34 tahun.
Abdurrahman ad-Dakhil adalah cucu dari Khalifah Hisyam bin Abdul
Malik al-Umawi. Pada saat Daulah Abbasiyah berdiri, maka terjadi
pembantaian besar-besaran terhadap bani Umayyah. Termasuk Abdurrahman
bin Muawiyah bin Hisyam ad-Dakhil menjadi sasaran. Ia pun kabur
menyelamatkan diri. Saat dalam pelarian itu, ia menyaksikan dua orang
saudaranya dibunuh di hadapannya. Ia terus berlari menuju Syam kemudian
Mesir lalu Maroko. Dari Maroko, ia menyeberang ke Andalusia. Di sanalah
ia mendapatkan gelar ad-Dakhil.
Sejak umat Islam masuk ke Andalusia pada tahun 92 H hingga masuknya
ad-Dakhil pada tahun 138 H, orang-orang Arab belum memiliki posisi yang
kokoh di Jazirah Iberia itu. Tidak sampai setahun, ad-Dakhil telah
berhasil mengokohkan posisinya di Cordoba. Dari Cordoba, ia berhasil
menguasai Zaragoza dan Barcelona. Kedua kota tersebut ia taklukkan atas
kecerdikannya melobi kekuatan militer bangsa Frank untuk membantunya.
Kemudian ia menguasai kota-kota lainnya.
Mengingat ruwetnya lobi politik partai-partai pasca pemilu, kita bisa
mengetahui bagaimana kehandalan politik anak muda yang bernama
Abdurrahman bin Muawiyah ini. Kalau level partai, level nasional saja
sulit menyatukan pendapat, kita jadi tahu bagaimana jitunya lobi
Abdurrahman ad-Dakhil yang bisa merangkul bangsa Eropa agar mau bekerja
untuknya.
Ketiga: Alib Arselan as-Saljuki
Garis batas wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk –orang-orang Turki-
meluas dengan pesat. Mulai dari Asia Tengah hingga ibu kota Daulah
Abbasiyah di Baghdad. Kekuatan dinasti ini terus tumbuh hingga ia
menjadi penguasa seluruh wilayah Islam. Dinasti ini menguasai
orang-orang Buwaihi dan melindungi Abbasi, khususnya dari gangguan Syiah
Fatimi (Daulah Ubaidiyah) yang menyebarkan ideologi Syiah Ismaili.
Di balik kejayaan Dinasti Saljuk ada nama Alib Arselan sebagai tokoh
utamanya. Orang-orang Turki patut berbangga karena lahir seorang Alib
Arselan di tengah-tengah mereka. Alib Arselan pernah memukul mundur
200.000 pasukan Romawi hanya dengan 20.000 pasukan saja. 1 banding 10.
Pasukan adidaya Romawi yang sudah berkuasa berabad-abad lamanya. Pasukan
yang kuat yang disangka tak terkalahkan itu takluk dengan pasukan yang
jauh lebih sedikit jumlahnya. Sejak saat itu, pengaruh Romawi di Asia
kecil melemah hingga akhirnya ditaklukkan oleh Muhammad al-Fatih.
Saat ini, melihat kebijakan Tayib Recep Erdogan saja kita kagum.
Bagaimana pula kiranya Alib Arselan yang berhasil meruntuhkan mental
negara adidaya kemudian menguasainya.
Keempat: Nuruddin Zanki
Nuruddin Zanki, ia adalah pahlawan Islam yang berhasil mengusir
tentara Salib diari tanah Suriah dan sebagian wilayah Palestina. Mungkin
namanya tidak sepopuler Shalahuddin al-Ayyubi, tapi dialah yang membuka
jalan bagi Shalahuddin untuk membebaskan Jerusalem.
Setelah menggantikan ayahnya sebagai penguasa Aleppo, Nuruddin
berusaha sekuat tenaga menyatukan wilayah-wilayah Syam. Ia membebaskan
Damaskus, Baalbek, Edessa, Harran, dan Mosul. Setelah itu ia mengarahkan
pasukannya menuju Palestina menghadapai Pasukan Salib. Ia juga
menghadapi orang-orang Salib di Mesir. Dan kemudian memasukkan
wilayah-wilayah tersebut di bawah kekuasaannya.
Sama seperti Alib Arselan, Nuruddin Zanki juga dikenal sebagai
seorang yang shaleh dan zuhud. Ia memberi perhatian yang besar terhadap
perkembangan agama Islam. Saa wafat pada tahun 569 H/1174, Nuruddin
telah membangun banyak masjid, madrasah, rumah sakit, dan rumah para
musafir.
Kelima: Shalahuddin al-Ayyubi
Shalahuddin al-Ayyubi adalah penerus perjuangan Nuruddin Zanki.
Dilahirkan dari suku Kurdi, Shalahuddin tumbuh besar di wilayah Syam
karena ayahnya pindah ke Aleppo membantu perjuangan Imaduddin Zanki,
ayah dari Nuruddin Zanki. Di Aleppo Shalahuddin kecil mempelajari agama
dan kemiliteran. Kemudian ia bergabung ke dalam pasukan pamannya,
Asaduddin Syirkuh, yang merupakan salah seorang panglima pasukan
Nuruddin Zanki.
Di bawah bimbingan Nuruffin Zanki, karir Shalahuddin terus menanjak,
hingga ia diamanahi untuk memimpin Mesir setelah mengusir orang-orang
Fatimiyah dari wilayah Sunni itu. setelah Nuruddin wafat, Shalahuddin
menempati kekuasaannya. Ia pun jadi pemimpin Mesir dan Syam. Misi
pembebasan Jerusalem pun dilanjutkan.
Pada Perang Hattin tahun 583 H/1187 M, Shalahuddin berhasil
mengalahkan Pasukan Salib. Dalam waktu hanya tiga bulan, wilayah-wilayah
yang dikuasai Tentara Salib; Acre, Beirut, Sidon, Nablus, Jaffa, dan
Ashkelon kembali ke tangan kaum muslimin. Kemudian Jerusalem setelah 88
tahun dikuasai oleh Pasukan Salib.
Biarlah mereka bercerita
tentang Achiles, sang pemberani dalam mitologi Yunani. Atau dongeng
manusia setengah dewa, Hercules. Kita –umat Islam- pun memiliki pahlawan
pemberani pula.
Ceritakanlah kepada kepada anak-anak kaum muslimin
tentang Abdurrahman ad-Dakhil, atau Muhammad al-Fatih, atau Sulaiman
al-Qanuni. Agar mereka tahu siapakah yang lebih layak untuk jadi idola.
Keenam: Saifuddin Qutuz
Saifuddin Qutuz adalah orang kepercayaan Sultan al-Mu’iz Izuddin
Aibek dan anaknya, Sultan al-Manshur Ali. Salah satu prestasi
terbesarnya adalah mengalahkan pasukan Mongol yang tak terkahlahkan itu.
Ketika Mongol sampai di wilayah Syam, mereka mengutus duta kepada
Qutuz, agar menyerah dan tunduk kepada Mongol. Tunduk kepada orang Aisa
Tengah yang nomaden yang telah menjelma menjadi kekuatan dunia. Kekuatan
besar yang telah mengalahkan negeri sebesar Tiongkok. Kekuatan besar
yang tak ada satu pun negeri-negeri Timur mampu membuat mereka mundur.
Beberapa riwayat sejarah menyebutkan, Qutuz membalas sikap Mongol
yang menganggap remeh Daulah Mamluk ini dengan memenggal para utusan
itu. kemudian memajang kepala mereka di depan Gerbang Zuwaylah, salah
satu gerbang di Kota Kuno Kairo, Mesir. Hal ini menegaskan sikap Daulah
Mamluk, mereka menyambut genderang perang yang ditabuh Mongol terhadap
negara-negara Islam. Peristiwa ini mengawali perang besar yang kita
kenal dengan Perang Ainjalut. Perang paling bersejarah dalam perjalanan
Kota Kairo. Perang yang –atas izin Allah- menyelematkan peradaban Islam
dari keganasan bangsa Mongol.
Mengalahkan Mongol hanya dengan bermodal keberanian, sama saja
menyerahkan leher-leher kaum muslimin untuk disembelih. Tentu butuh
strategi dan perhitungan yang jitu. Mongol telah mengalahkan Cina,
bangsa yang kuat dan memiliki peradaban yang mapan. Mengalahkan
Abbasiyah yang telah berkuasa di tanah Arab berabad-abad. Oleh karena
itu, pencapaian Qutuz dengan mengalahkan Mongol adalah sesuatu yang luar
biasa. Selain itu, moral kaum muslimin pun kembali meninggi.
Ketujuh: Yusuf bin Tasyafin
Yusuf bin Tasyafin, sang singa Murabithin. Kecerdasannya tampak saat
Penguasa Murabithin di Maroko, Amir Abu Bakar, menunjuknya sebagai
penguasa wilayah Sijilmasa. Kemudian Abu Bakar menyerahkan kekuasaan
Daulah Murabithin kepadanya secara utuh. Dimulailah masa keemasan
Murabithin hingga 45 tahun berikutnya.
Yusuf mulai membangun kota Marrakesh. Memperluas kekuasaan Murabithin
hingga meliputi seluruh wilayah Maroko dan Aljazair. Kemudian menuju
Andalusia, menyelamatkan kaum muslimin setelah jatuhnya Kota Toledo ke
tangan orang-orang Nasrani. Ia terus masuk ke Andalusia hingga berhasil
mengalahkan Raja Alfonso dari Kerajaan Kastilia pada tahun 479 H/1086 M.
Kedelapan: Muhammad al-Fatih
Muhammad al-Fatih adalah seorang pemimpin Daulah Utsmani yang sangat
dikenal. Ia memegang kekuasaan Utsmani pada tahun 855 H/1451 M dan
berhasil menaklukkan Konstantinopel pada tahun 857 H/1453 M. Ia
memerintah kerajaan ini selama 30 tahun.
Selain digelari dengan al-Fatih, ia juga disebut dengan Kaisar
Romawi, karena mewarisi kerajaan Romawi Bizantium. Ia juga dikenal
dengan Tuan Dua Benua dan Dua Lautan, karena menguasai Anatolia dan
Balkan serta merajai Laut Aegea dan Laut Hitam.
Masa pemerintah Muhammad al-Fatih dikenal dengan masa reformasi
Daulah Utsmani. Ia membuat tata aturan yang berlaku merata di wilayah
kekuasaannya. Keistimewaan pemerintahannya ditandai dengan penjagaan
luar biasa terhadap masyarakat pedangang dan perkembangan diplomasi
dengan wilayah-wilayah tetangga.
Selain dikenal sebagai pembuka jalan masuknya Islam ke Eropa,
Muhammad al-Fatih juga dikenal sebagai seorang yang toleran. Semua
lapisan masyarakat Istanbul mengetahui hal itu. Ia sering berdiskusi
dengan cendekiawan Itali dan Yunani di Kota Balata. Menunjukkan betapa
terbukanya dia.
Dalam pemerintahannya, gereja Kristen ortodoks di Turki
tetap berjalan normal seperti sebelumnya, hingga ditutup di masa
pemerintahan Turki modern di abad ke-20.
Kesembilan: Sultan Salim I
Hanya 8 tahun saja Sultan Salim I memerintah Daulah Utsmani, namun
pencapaiannya begitu luar biasa. Mesir, Suriah, dan Hijaz menjadi bagian
dari Utsmani. Inilah kali pertama Daulah Utsmani menjadi penguasa
wilayah bumi terbesar.
Pada masa pemerintah Sultan Salim I, muncul ancaman di wilayah timur
Utsmani dari Kerajaan Syiah Shafawi di Iran. Orang-orang Persia itu
mulai mengancam Anatolia. Sultan Salim I “membeli” “dagangan” mereka.
terjadilah pertempuran melawan Syiah Shafawi di perbatasan Timur
Utsmani, di Sungai Eufrat, pada tahun 920 H/1514 M. Dari peperangan
tersebut, wilayah Turkmenistan dan Kurdistan menjadi bagian dari
Utsmani.
Pada tahun 922 dan 923 H/1516 dan 1517, wilayah Mesir dan Syam
menjadi wilayah Utsmani. Kemudian syarif Mekah menyerahkan kekuasaannya
atas Mekah dan Madinah kepada Sultan Salim I di Kairo.
Kesepuluh: Sultan Sulaiman al-Qanuni
Setelah Sultan Salim I wafat, kekuasaan Utsmani dipegang oleh
anaknya, Sulaiman al-Qanuni (926-974 H/1520-1566 M). Sultan Sulaiman
mengikuti kebijakan pendahulunya dalam kemiliteran. Namun di masa
pemeritahannya, hukum, kebudayaan, dan tata kota lebih tersusun rapi.
Oleh karena itu, masa pemerintahannya terkenal dengan puncak kejayaan
peradaban Utsmani.
Pada masa Sultan Sulaiman wilayah Beograd –ibu kota Serbia sekarang-,
Rhodes, Hungaria, dan Wina –ibu kota Austria- menjadi wilayah Turki
Utsmani. Sultan Sulaiman melakukan aktivitas militer besar-besaran
sebanyak tiga kali menghadapi Daulah Shafawi yang berpaham Syiah.
Pertama pada tahun 941 H/1534 M ketika orang-orang Shafawi masuk ke Kota
Erzurum di bagian timur Turki sekarang. Kedua, pada tahun 955 H/1548 M
terjadi kontak senjata atas wilayah Danau Van. Ketiga, tahun 961 H/ 1554
M.
Di masa ini juga muncul seorang pemimpin angkatan laut Utsmani yang
terkenal, Khairuddin Barbarosa. Barbarosa adalah seorang panglima
angkata laut terbaik dalam sejarah Islam. Jasanya sangat besar dalam
menjaga Laut Mediterania, Pantai Yunani, Venice (kota di Italia), dan
Spanyol.